![]() |
Foto: Ketua PC FSPTSI-KSPSI Kabupaten Paluta Hendra Sutan Rambe. |
PADANG LAWAS UTARA - Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Transport Seluruh Indonesia - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PC FSPTSI-KSPSI) Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menolak keras atas rencana penerbitan rekomendasi pemberhentian operasional sementara pengolahan sawit milik PT Sumber Sawit Nusantara (SSN) yang dilontarkan pihak DPRD Paluta.
Penolakan ini lantang disuarakan dengan sejumlah alasan yang dikemukakan oleh PC FSPSTI-KSSI Paluta terkait penolakan pemberhentian operasional pabrik sawit tersebut.
Ketua PC FSPTSI-KSPSI Kabupaten Paluta Hendra Sutan Rambe menyampaikan bahwa rekomendasi pemberhentian sementara operasional PT SSN bukan solusi terbaik karena dapat mempengaruhi pemasaran hasil kebun petani terkhusus di wilayah kecamatan Simangambat.
Menurutnya, PT SSN bukan hanya berperan sebagai investor, tetapi juga sebagai pendukung utama dalam penjualan hasil kebun kelapa sawit petani dan membuka lapangan pekerjaan.
"Dengan adanya perusahaan ini, petani memiliki saluran untuk memasarkan hasil panen sawit. Jika perusahaan ini tutup, secara otomatis petani akan kesulitan menjual hasil pertanian mereka," sebutnya, Jumat (13/6/2025).
Selain itu, ada ratusan kepala keluarga yang menggantungkan kehidupan dengan keberadaan pabrik kelapa sawit tersebut sebagai tenaga kerja bongkar muat dan yang lainnya.
Tambahnya, jika pabrik tersebut ditutup, bagaimana nasib keberlangsungan hidup keluarga dari masyarakat tersebut dan apakah pihak DPRD sanggup memberikan solusi untuk menyambung kebutuhan hidup sehari-hari keluarga mereka.
"Karena itu saya mengecam dan menolak keras wacana pemberhentian operasional PT SSN. Pihak legislator seharusnya lebih aktif melakukan pengawasan secara berkala, bukan hanya sidak sekali dalam satu periode. Pengawasan yang dilakukan harus lebih intensif agar kesalahan perusahaan bisa segera ditemukan dan diperbaiki," ujarnya.
Hendra Rambe menilai bahwa sidak yang hanya dilakukan sesekali tidak cukup untuk menjaga kualitas operasional perusahaan. Dia mengusulkan agar pengawasan dilakukan rutin setiap tiga hingga enam bulan sekali bersama dinas terkait untuk memastikan adanya pembinaan dan perbaikan yang berkesinambungan.
"DPRD Paluta seharusnya lebih fokus untuk melakukan pengawasan dan pembinaan secara berkala. Hal ini agar kesalahan yang ditemukan bisa diperbaiki secara langsung tanpa harus menunggu masalah menumpuk," tegasnya.
Selain itu, dia juga mengingatkan agar anggota DPRD Paluta tidak terbawa emosi dan terburu-buru dalam mengambil keputusan.
Karena, pemberhentian operasional perusahaan tanpa adanya solusi yang jelas hanya akan merugikan petani dan buruh yang bekerja di pabrik kelapa sawit tersebut.
"Investor adalah aset daerah yang harus dijaga. Jangan sampai kita hanya bertindak atas dasar emosi dan terburu-buru, tetapi melupakan dampak jangka panjangnya," tambahnya.
Untuk itu, Hendra Rambe berharap agar kedepannya ada perubahan dalam cara pengawasan yang lebih proaktif, dengan tujuan agar masalah yang muncul bisa segera ditangani dan diperbaiki.
Bukan justru menambah masalah baru dengan keputusan yang terburu-buru dan menimbulkan permasalahan jangka panjang.
"Keberlanjutan sektor pertanian dan stabilitas ekonomi daerah harus tetap menjadi prioritas," pungkasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua I DPRD kabupaten Paluta Samsul Bahri Daulay, berjanji akan meneken surat pemberhentian operasional PT Sumber Sawit Nusantara (PT SSN) yang dinilai merupakan salah satu perusahan "nakal" di kabupaten Paluta dan terkesan selalu merasa kuat dan kebal hukum. (AR)