Tanpa Dasar Hukum yang Jelas, Kepala UPT Wanita Tuna Susila Provinsi Sumut Halangi Warga Binaan Menikah

Redaksi Dalto Media
Kamis, 16 Oktober 2025 | 21:49 WIB Last Updated 2025-10-17T05:08:10Z

Foto: UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila dan Tuna Laras di Berastagi.

PADANG LAWAS UTARA - Ternyata bukan hanya restu orang tua yang jadi penghalang untuk menikah, melainkan aturan sepihak tanpa dasar hukum dari oknum pejabat di panti sosial juga menjadi penghalang niat suci ini.

Kisah pilu dan mengherankan ini datang dari seorang pemuda asal kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) berinisial RS yang niat sucinya untuk menikahi sang kekasih berinisial BR harus tertunda karena larangan dari Kepala UPT Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila dan Tuna Laras di Berastagi yang berada dibawah naungan Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

Diketahui, BR yang menjadi belahan hati Raja merupakan salah satu warga binaan sosial yang terjaring razia hiburan malam oleh Satpol PP kabupaten Paluta pada 29 September 2025 lalu.

RS yang datang dengan niat tulus dan suci ternyata harus pulang dengan rasa kecewa atas aturan sepihak yang menggagalkan niat baiknya.

Ia mengaku sudah menempuh seluruh jalur resmi yakni berkunjung langsung ke Panti Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila dan Tuna Laras di Berastagi serta melakukan audiensi ke Dinas Sosial Provinsi Sumut dan  bahkan bertemu Kepala UPT yang diketahui bernama Susi Findowaty. Namun hasilnya tetap nihil.

"Saya sudah menyampaikan niat saya untuk menikahi warga binaan tersebut, tapi Kepala UPT menolak. Katanya, selama masa pembinaan enam bulan, pernikahan dilarang," ujar Raja kepada awak media, Kamis (16/10/2025) melalui selulernya.

Ironisnya, tidak ada dasar hukum atau peraturan tertulis yang menyebutkan tentang larangan pernikahan bagi warga binaan panti sosial. 

RS pun menilai sikap Kepala UPT tersebut sewenang-wenang dan arogan, karena mencampuri urusan pribadi yang dijamin oleh hukum dan agama.

"Kalau sudah menikah, dia jadi tanggung jawab saya. Tidak mungkin saya biarkan istri saya kembali ke dunia malam. Tapi Kepala UPT Wanita Tuna Susila malah menghalangi niat baik saya. Dalam agama Islam, menikah itu perintah. Tapi niat baik saya malah dipersulit oleh pejabat yang katanya melindungi wanita," ucapnya dengan kesal.

Kisah ini menimbulkan tanda tanya besar apakah Panti Sosial itu tempat pembinaan atau penyekapan hak azasi manusia. Sebab panti sosial seolah-olah kini berubah fungsi menjadi tempat pengekangan hak azasi manusia. 

Dimana UPT yang seharusnya menjadi lembaga pembinaan justru tampak berperan seperti ‘penjara moral’ bagi mereka yang ingin memperbaiki hidup sehingga RS menilai larangan menikah ini bukan bentuk pembinaan, melainkan penyalahgunaan kewenangan.

"Menikah pun dilarang, padahal calon saya bukan narapidana. Saya akan laporkan Kepala UPT Wanita Tuna Susila ke Gubernur Sumatera Utara," tegasnya.

Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan terhadap lembaga sosial di bawah Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara. Jika benar ada kebijakan internal yang melarang pernikahan tanpa dasar hukum, maka hal tersebut bertentangan dengan hak asasi manusia dan nilai kemanusiaan yang dijunjung negara.

Publik kini menunggu respons dari Gubernur Sumatera Utara, apakah akan membiarkan lembaga yang berada dibawah kepemimpinannya bertindak di luar kewenangan, atau menegakkan kembali keadilan bagi rakyat kecil yang hanya ingin menempuh jalan yang baik dan halal.

Di tengah maraknya kasus moral dan degradasi sosial, muncul seorang pemuda yang justru ingin menyelamatkan wanita binaan dari masa lalunya melalui ikatan pernikahan yang sah. Namun ironis, niat baik itu justru dipatahkan oleh kekuasaan birokratis yang lupa bahwa tugas sosial bukan untuk membatasi, melainkan membebaskan manusia menuju kehidupan yang lebih baik. (AR)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Tanpa Dasar Hukum yang Jelas, Kepala UPT Wanita Tuna Susila Provinsi Sumut Halangi Warga Binaan Menikah

Trending Now

Iklan