GEMA Paluta Menggugat: Agrinas Harus Dengar Rakyat, Bukan Tokoh Lokal Pesanan

Redaksi Dalto Media
Senin, 26 Mei 2025 | 21:23 WIB Last Updated 2025-05-26T15:28:21Z
Foto: Ketua Harian GEMA Paluta Darwin Mulya Nasution.

PADANG LAWAS UTARA - Gerakan Mahasiswa Padang Lawas Utara (GEMA Paluta) akhirnya bersuara. Dalam pernyataan yang dirilis pekan ini, mereka mendesak PT Agrinas Palma Nusantara untuk mengutamakan masyarakat ulayat (masyarakat desa sekitar) sebagai subjek utama pengelolaan lahan eks-Torganda dan bukan tokoh-tokoh lokal yang hanya mewakili segelintir elite.

Pernyataan ini tepat, keras, dan harus menjadi alarm bagi semua pihak yang mencoba membungkam keadilan dengan simbol-simbol semu.

"Sudah terlalu sering tokoh masyarakat dimunculkan sebagai dalih legitimasi proyek-proyek besar. Mereka hadir dalam rapat tertutup, menandatangani dokumen, dan menyebut diri sebagai suara rakyat. Padahal rakyat yang sesungguhnya-petani kecil, warga adat dan kalangan perempuan penjaga tanah tak pernah diajak bicara," ujar Ketua Harian GEMA Paluta Darwin Mulya Nasution dalam pernyataannya.

Menurutnya, GEMA Paluta memahami bahwa keadilan agraria tidak mungkin ditegakkan jika aktor yang dilibatkan hanya para pemilik gelar atau mereka yang dekat dengan pusat kekuasaan.

Dan desakan yang mereka sampaikan agar PT Agrinas melibatkan masyarakat adat secara kolektif, melalui mekanisme yang partisipatif dan transparan adalah panggilan untuk membongkar cara kerja lama yang mengabaikan demokrasi desa.

"Pemerintah dan pihak PT Agrinas harus mendengar ini baik-baik bahwa masyarakat tidak bisa lagi direduksi hanya menjadi tenaga kerja atau penonton. Lahan yang diambil alih dari PT Torganda bukanlah 'tanah kosong', melainkan ruang hidup masyarakat ulayat yang selama ini terpinggirkan," katanya.

Tambahnya, jika PT Agrinas sungguh ingin menjadi simbol pemulihan tata kelola, maka harus mulai dari membongkar relasi kekuasaan yang timpang.

Darwin yang merupakan mahasiswa dari kabupaten Paluta pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Asuransi Syariah tahun 2021 menegaskan bahwasanya tidak boleh ada perjanjian-perjanjian gelap yang hanya ditandatangani oleh "tokoh lokal" yang bahkan tidak dipilih oleh masyarakatnya sendiri. 

"Yang dibutuhkan adalah dialog terbuka, pemetaan sosial berbasis komunitas, dan pengakuan resmi terhadap hak-hak kolektif masyarakat adat," tegas Darwin.

Senada, senior GEMA Paluta Riyadi Bardansyah Harahap menambahkan bahwa GEMA Paluta selama ini dengan sikap kritisnya telah memainkan peran penting dengan menjadi suara nurani di tengah kebisingan narasi pembangunan.

Menurutnya, desakan GEMA Paluta harus dikawal dengan konsistensi dan keberanian politik. Karena musuh mereka bukan hanya korporasi, tapi juga negara yang sering kali bermain di dua kaki yakni dalam penegakan hukum dan pengamanan investasi.

"Agrinas harus menjawab bukan hanya kepada pemerintah, tapi kepada rakyat. Dan jika suara rakyat diabaikan, maka perlawanan yang lebih besar tinggal menunggu waktu. Mahasiswa sebagai kaum intelek sudah bicara, sekarang giliran negara mendengarkan dan bukan berkelit," pungkasnya. (AR)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • GEMA Paluta Menggugat: Agrinas Harus Dengar Rakyat, Bukan Tokoh Lokal Pesanan

Trending Now

Iklan